Tuesday, 19 November 2024

Ada Sebuah Keanehan di Kepalaku, Orhan Pamuk

 Adalah seorang pria Turki bernama Mevlut Karatas, penjual bosa (minuman tradisional turki) yang tengah jatuh hati pada seorang wanita di sebuah pesta pernikahan. Sejak malam itu, ia membulatkan tekadnya mendapatkan sang wanita pujaanya. Surat cinta satu persatu mulai ia kirimkan. Harapannya tentu menaklukan hati si wanita idaman. Dengan bantuan seorang kawan, perjuangannya sedikit lebih lebih ringan semestinya dan seperti orang yang sedang dimabuk kepayang, rencana pun disusun. Begitu kiranya gambaran pembuka novel Orhan Pamuk, berjudul A Strangeness in My Mind, yang saya pinjam dari seorang kawan.


Buku ini bisa menjadi pelajaran bagi siapapun yang percaya cinta pada pandangan pertama (bagi barang siapa yang percaya) ; sekaligus cara memahami pikiran siapapun yang kerap diombang-ambing dengan "rasa aneh" di dalam pikirannya (bagi yang mungkin pernah merasakan tentunya). Faktor lain yang menarik dalam novel ini yakni banyaknya narator yang silih berganti menceritakan kisahnya, alhasil perspektif menjadi amat luas dan cerita menjadi lebih menarik sekaligus meminta perhatian lebih. Pamuk juga sesekali menyisipkan humor-humor politiknya, sekaligus sindiran-sindiran tentang kota kelahirannya yakni, Istanbul yang begitu ia cintai.


Bagian yang paling membuat saya tak berhenti tersenyum tentu ketika Mevlut menyadari jika wanita yang ia ajak untuk kawin lari itu bukan lah wanita yang selama ini ia maksud. Bagi saya ini keistimewaan Pamuk menciptakan kejutan-kejutan yang ia simpan rapi dibalik berbagai narator yang silih berganti menyuarakan kisahnya. Adalagi yang menarik ketika ia terlibat dalam sebuah konflik di tempat kerjanya di sebuah restoran. Disitu Mevlut berada pada sebuah persimpangan jalan antara suara hati kecilnya dan rekan kerjanya yakni sahabat baiknya. Meskipun itu berujung pada sebuah akhir. Bagaimana akhirnya? Saya tak ingin membocorkan terlalu banyak. Biarkan siapapun menikmati buku ini, agar mampu merasakan dengan hikmat dan nikmat suasana cerita yang dibangun dengan megah. Sehingga pada akhirnya keanehan di dalam pikiran siapapun akan terus membuat mereka bertarung mempertahankan harkat dan martabatnya sendiri.


D S

Sunday, 17 November 2024

Dekat pada Hati yang Liar, Clarice Lispector

 Dalam sebuah wawancara, Clarice Lispector pernah menyatakan jika anak-anak dipenuhi mimpi yang membuatnya selalu bahagia. Sedangkan orang dewasa tak ubahnya masa penuh kesedihan karena mimpi itu telah mati dihantam kenyataan-kenyataan hidup. Ironisnya Near to the Wild Heart mengisahkan masa kecil seorang perempuan bernama Joana, seorang anak kecil perempuan  pemurung dan kerap dilanda kebosanan.  Ayahnya tak berhenti menghardiknya karena kerap mengganggu pekerjaanya. Bibinya lebih parah lagi. Ia menganggap sang Joana kecil adalah seekor monster berbahaya setelah mendengar pengakuan atas kenakalannya.


Dibuka oleh sebuah epigraf  "He was alone. He was unheeded, happy, and near to the wild heart of life."  dari James Joyce. Clarice pun  mengakui jika dirinya terinspirasi atas novel pertama Joyce   Potrait of the artist as a young man. Tak ada Stephan Dedalus memang namun Joana, si tokoh utama, digambarkan sebagai seorang bocah yang sedang tersesat dalam hari-hariya. Tak peduli semua kesibukan telah  dikerjakan, ia tetap merengek kepada orang-orang teredekatnya jika ia ingin hal lain. Termasuk memutuskan mencuri buku.

Joana kecil tumbuh dalam segala kebosanan di hadapannya. Baginya kehidupan dewasa adalah kesedihan sejati, dan meminjam perkataan Faulkner kemurnian adalah hal paling bertentangan di alam semesta. Begitu pula halnya dengan kebosanan. Ia tak menemukan keseruan dalam hal hari-harinya dan beranggapan jika keputusan untuk mencuri bukanlah sebuah kejahatan jika itu bisa membunuh rasa bosannya.

Kisah ini kemudian berlanjut hingga kehidupan dewasa Joana. Kelak ia berjumpa dengan seorang pria dan jatuh hati. Mereka memutuskan menikah, kemudian mimpi buruk datang lebih cepat diantara mereka, namun kesedihan adalah bagian tak terelakan dalam kehidupan Joana tampaknya. Clarice mengutarakan  jika kesedihan adalah sebuah bagian kehidupan orang dewasa, sedangkan masa anak-anak adalah masa penuh kebahagiaan, karena imajinasi dan mimpi memberikan harapan.

Clarice memang kerap jauh dari senyum dalam wawancaranya. Sedangkan hal itu tampaknya tertuang jelas dalam sinisme di kisahnya. Kesedihan adalah sebuah kemewahan dalam sebuah kehidupan. Ia memang kerap disebut sebagai penulis yahudi terbaik setelah Kafka. Ada jejak-jejak Joyce, Dostoevsky, hingga Gide dalam kisahnya. Sinisme dalam karakter-karakternya memang membuat gaya arus kesadaran mengalir dengan deras sepanjang kisah.

Memperoleh pengakuan terlambat di dalam gelombang El boom latinoamericano, tak mengurangi kualitas karya Clarice sepertinya. Novel pertama ini jelas menjadi penanda jika buku-buku miliknya layak bersandar dengan deretan karya-karya kanon berikut. Tak ada embel-embel realisme magis dalam kisah ini, namun prosa ini berdaya magis untuk menggedor nalar siapapun .


D S

Monday, 11 November 2024

Keluarga, Natalia Ginzburg

 Saya tak ingat sudah berapa kali membaca buku  Natalia Ginzburg yang satu ini. Selain Lessico Famigliare yang suguh saya sukai . Bukunya yang satu ini mengasyikan. Sebuah buku berisi dua novella yang berisikan konflik, serta tragedi dalam suatu hubungan percintaan yang karam atau yang level yang lebih tinggi yakni keluarga.


 Judul asli buku ini adalah "Famiglia", mengisahkan kehidupan dua orang mantan kekasih pasca karamnya kisah cinta keduanya. Alih-alih memutuskan beranjak dari pahitnya putus cinta. Keduanya memilih untuk sisa-sisa romansa yang telah telah tebangun masih belum lenyap dari keduanya. Rutinitas ke bioskop, atau sekedar berjumpa satu sama lain masih mereka lakukan.

Makanan dan gastronomi sepertinya menjadi sebuah penanda status sosial kelas menengah kaum Romano. Di atas segalanya, gastronomi adalah sarana komunikasi bagi  sang protagonis, Carmine, yang kemampuannya untuk memahami dan mengekspresikan emosinya sangat buruk, jika tak bisa dibilang menyedihkan


"Bourghesia" berbicara tentang konflik eksistensial dalam kehidupan modern. Sang tokoh utama, Ilaria, ditimpa sebuah tragedi di dalam keluarganya. Sebuah keluarga di kehidupan modern memang tak luput dari konflik internal. Harta seolah tak menjadi penentu utama keutuhan keluarga yang ideal. Masalah eksistensial manusia pada tatanan yang lain memang pelik sebagaimana Ginzburg menggambarkan dalam kisahnya.


Ada semacam perasaan unik yang muncuk seusai selama membaca buku ini. Sejujurnya saya sudah sekian lama mengincar karya penulis yang satu ini. Beberapa kali saya mendengar karyanya diperbincangkan teman-teman saya, namun tetap saja hal itu belum membulatkan niat untuk memulai membaca karyanya. Novella Ginzburg kali ini seolah menggambarkan kehidupan yang didefinisikan dalam perspektif kematian, yang merupakan satu-satunya cara untuk mendefinisikan kehidupan.

D S