Dalam sebuah wawancara, Clarice Lispector pernah menyatakan jika anak-anak dipenuhi mimpi yang membuatnya selalu bahagia. Sedangkan orang dewasa tak ubahnya masa penuh kesedihan karena mimpi itu telah mati dihantam kenyataan-kenyataan hidup. Ironisnya Near to the Wild Heart mengisahkan masa kecil seorang perempuan bernama Joana, seorang anak kecil perempuan pemurung dan kerap dilanda kebosanan. Ayahnya tak berhenti menghardiknya karena kerap mengganggu pekerjaanya. Bibinya lebih parah lagi. Ia menganggap sang Joana kecil adalah seekor monster berbahaya setelah mendengar pengakuan atas kenakalannya.
Dibuka oleh sebuah epigraf "He was alone. He was unheeded, happy, and near to the wild heart of life." dari James Joyce. Clarice pun mengakui jika dirinya terinspirasi atas novel pertama Joyce Potrait of the artist as a young man. Tak ada Stephan Dedalus memang namun Joana, si tokoh utama, digambarkan sebagai seorang bocah yang sedang tersesat dalam hari-hariya. Tak peduli semua kesibukan telah dikerjakan, ia tetap merengek kepada orang-orang teredekatnya jika ia ingin hal lain. Termasuk memutuskan mencuri buku.
Joana kecil tumbuh dalam segala kebosanan di hadapannya. Baginya kehidupan dewasa adalah kesedihan sejati, dan meminjam perkataan Faulkner kemurnian adalah hal paling bertentangan di alam semesta. Begitu pula halnya dengan kebosanan. Ia tak menemukan keseruan dalam hal hari-harinya dan beranggapan jika keputusan untuk mencuri bukanlah sebuah kejahatan jika itu bisa membunuh rasa bosannya.
Kisah ini kemudian berlanjut hingga kehidupan dewasa Joana. Kelak ia berjumpa dengan seorang pria dan jatuh hati. Mereka memutuskan menikah, kemudian mimpi buruk datang lebih cepat diantara mereka, namun kesedihan adalah bagian tak terelakan dalam kehidupan Joana tampaknya. Clarice mengutarakan jika kesedihan adalah sebuah bagian kehidupan orang dewasa, sedangkan masa anak-anak adalah masa penuh kebahagiaan, karena imajinasi dan mimpi memberikan harapan.
Clarice memang kerap jauh dari senyum dalam wawancaranya. Sedangkan hal itu tampaknya tertuang jelas dalam sinisme di kisahnya. Kesedihan adalah sebuah kemewahan dalam sebuah kehidupan. Ia memang kerap disebut sebagai penulis yahudi terbaik setelah Kafka. Ada jejak-jejak Joyce, Dostoevsky, hingga Gide dalam kisahnya. Sinisme dalam karakter-karakternya memang membuat gaya arus kesadaran mengalir dengan deras sepanjang kisah.
Memperoleh pengakuan terlambat di dalam gelombang El boom latinoamericano, tak mengurangi kualitas karya Clarice sepertinya. Novel pertama ini jelas menjadi penanda jika buku-buku miliknya layak bersandar dengan deretan karya-karya kanon berikut. Tak ada embel-embel realisme magis dalam kisah ini, namun prosa ini berdaya magis untuk menggedor nalar siapapun .
D S
No comments:
Post a Comment