Baik, saya tak akan banyak berbicara soal album debut dan mini album mereka, Pasca Falasi dan Lelucon Revivalis. Saya berjanji jika hal itu akan saya jadikan tulisan sendiri di lain waktu. Ijinkan saya di kesempatan ini merayakan album kedua mereka Semoga Beruntung Nasib Buruk yang dirilis sekitar dua minggu lalu. Semenjak Bismo Triastirtoaji beberapa waktu lalu menjanjikan saya sebuah zine yang dibagikan dalam hearing session album teranyar ini, saya menantinya bersama dirilisnya album utuh ini. Tak peduli berapa lama saya akan terus bersabar di dalam hati, sembari terus menonton video rekaman panggung terakhir mereka yang diunggah kanal pfvideoworks. Beruntung dokumentasi konser panjang mereka bersama pemain basis utama mereka, Riga, masih bisa terus saya simak.
Disana "Realis" dan "Klenik" saya dengar untuk pertama kalinya. "Realis", setidaknya bagi saya, adalah lagu yang bercerita tentang kehidupan manusia di persimpangan jalan pada akhir usia duapuluh-an yang linglung dan pasrah, dalam kondisi mengenaskan. Sedangkan "Klenik" memiliki nuansa berbeda. Ia masih bernafaskan riff gitar agresif seperti lagu-lagu "Teorema", "Ephemeral" hingga "Supernova". Sangat menghentak dan menggembirakan.
Dua single itu menggedor telinga saya berulang-ulang dan masih belum cukup. Saya masih mau lebih namun diminta kembali bersabar hingga hari peluncuran album kedua itu. Antusiasme saya tak terbendung untuk mendengar perkembangan karya mereka. Track "Mati Tertawa" adalah eksperimen menyenangkan bagi saya. Selepas Riga hengkang dan kini menjadikan mereka unit trio alternative rock, mereka berani menyentuh area musik triphop dan bebunyian elektronik dengan keberanian dan resiko artistik yang penuh perhitungan. Namun track "Anta Permana" adalah yang teristimewa bagi saya. Lagu rock penuh kesederhanaan tentang sebuah rumah dan kehangatan keluarga, yang diakui sang vokalis dalam wawancara mereka di Jurno, sungguh menghangatkan semua perasaan remuk redam dalam hidup. Berlanjut pada track "Mira" yang juga masih memiliki marwah yang sama namun dengan sentuhan yang segar, bercerita tentang kebiadaban sekelompok oknum terhadap seorang transpuan yang memilukan, namun coba disuarakan untuk kesadaran bersama, agar tak jadi zalim kepada siapapun. Sisi kemanusiaan kita tak mungkin baik-baik saja mendengar nyawa seseorang bisa dimusnahkan dengan keji.
Pada nomor-nomor berikutnya kita bisa merasakan pendewasaan dalam "Jelaga", "Semoga Beruntung Nasib Buruk", "Nostos & Algia", dan "Jelaga". Sisi agresifitas mereka bertranformasi menjamah tempo dan warna yang baru namun tetap kontemplatif. Pendekatan dalam eksplorasi musik mereka ini amat menyenangkan, dan kelak saya meyakini bila mereka akan terus bermain-main pada area baru yang mereka inginkan di waktu mendatang sambil berharap nasib baik selalu menyertai mereka bertiga.
D S
No comments:
Post a Comment