Sunday, 30 November 2025

Jaguar Smile : A Nicaraguan Journey, Salman Rushdie

 Jaguar Smile : A Nicaraguan Journey, Salman Rushdie


Saya sedang mencari buku yang tak terlalu tebal saat itu, sekadar pelepas penat. Hingga akhirnya saya melihat buku Jaguar Smile: A Nicaraguan Journey yang ditulis oleh Salman Rushdie di rak buku perpustakaan kampus dan tanpa pikir panjang segera saya lahap habis seharian di perpustakaan saat itu juga.

Buku ini adalah karya non-fiksi yang ditulis Salman seusai mengunjungi Nikaragua pada Tahun 1987. Pengalaman perjalanannya selama disana, kemudian perjumpaannya dengan para politisi dan orang-orang penting kian memperlihatkan gambaran situasi politik Nikaragua di masa itu. Belum lagi dalam penggarapan buku ini, Salman baru saja kembali dari jeda panjangnya setelah proses penggarapan Satanic Verse . Buku ini juga memperlihatkan sisi akademis seorang Salman Rushdie  yang notabene-nya seorang ahli sejarah. Cara penuturan penggunaan bahasanya pun jauh lebih realis namun tetap sarkastik (seperti biasanya) sebagaimana gaya khas di dalam karya-karyanya. Salman menceritakan bagaimana Nikaragua saat itu benar-benar diguncang oleh kehadiran Amerika Serikat yang menentang gerakan beraliran kiri Sandinista National Liberation Font (FSLN). Kepemimpinan diktator Anastasio Somoza Debayle juga menjadi topik yang tak luput dalam pengamatannya. Nikaragua seperti target berburu "Jaguar-jaguar tirani".

Dalam buku non fiksi perdananya kali ini, ia cenderung menggunakan bahasa yang amat ringan. Sekiranya judul senyuman jaguar pada akhirnya terasa sebuah metafora. Metafora tentang sebuah "jaguar-jaguar tirani" yang diam dan kelaparan mencari mangsa di tanah Nikaragua. Mereka sedang tersenyum.








Saturday, 1 November 2025

Time of The Hero, Mario Vargas Llosa

Ini sebuah kisah tentang kehidupan para kadet di akademi militer Leoncio Prado ; sebuah kisah tentang sekelompok 'geng' yang memberontak dari aturan militer yang kaku; sebuah kisah yang menjadi debut novel penulis besar Peru, Mario Vargas Llosa.


Leoncio Prado merupakan institusi pendidikan bagi pemuda-pemuda Peru. Mereka dididik dengan semangat dan nilai-nilai militer. Namun harapan itu tecoreng ketika sekumpulan kadet secara diam-diam membangkang dari segala aturan tersebut. Mereka menginginkan "kebebasan" untuk merasakan hal-hal yang tak bisa mereka dapatkan di akademi.dan mencoba meniru perilaku orang dewasa. Ketika letnan mereka tak ada, diam-diam mereka merokok, berjudi, dan puncaknya mencuri soal ujian tanpa sepengetahuan Letnan mereka.

Tempat  dimana seharusnya nilai-nilai militer ditanamkan, dan kedisiplinan dijunjung tinggi dibuat gempat tak kala sebuah skandal menghantam Akademi Militer Leoncio Prado ketika salah satu kadetnya melaporkan sebuah kasus pencurian soal ujian dan segala kenakalan para kadetnya. Hal itu membuat para Letnan pun murka dan merasa kecolongan atas tingkah kelakuan para kadet.


Kecerdikan Llosa merangkai plot nampaknya sukses menimbulkan rasa penasaran. Alasannya sederhana, tatkala ia tak secara gamblang memunculkan lakon utama pada awal cerita, dan hal itu tentu membuat para pembaca bertanya-tanya tentang siapa sebenarnya sang tokoh utama. Hingga kemudian secara perlahan muncul sosok-sosok bernama The Jaguar, The Poet, The Slave dan The Boa. 

 Awalnya buku ini menuai banyak protes dan sempat menjadi kontroversi di Peru, karena buku ini dianggap pihak militer sebagai sebuah pelecehan. Mereka memutuskan untuk membakar “Las Ciudad y Los Perros” (judul asli buku ini yang sebenarnya berarti “The City and The Dogs”, yang mana hal itu justru menahbiskan Llosa sebagai salah satu penulis besar dari Peru, bahkan Amerika Latin.

Tuesday, 30 September 2025

Robinson Crusoe, Daniel Defoe


Tak ada hari yang cukup menyebalkan, ketimbang basah kuyub di siang bolong seusai diguyur air oleh segerombol orang tak dikenal di jalanan. Entah mengapa tak ada rasa amarah yang meledak setelah insiden itu, meskipun jika kelak berjumpa lagi, tentu hasrat untuk menghadiahi mereka dengan beberapa bogem mentah tak akan pernah sirna.

Mungkin kesialan itu masih belum setara jika dibandingkan dengan  kegilaan Robinson Crusoe dalam petualangannya. Buku itu menghantui pikiran saya dalam beberapa hari terakhir. Ditambah lagi nasib pengarangnya yang mesti bergulat dengan penagih hutang semasa hidupnya, hingga memutuskan menulis sebuah karya fiksi. Hal itu kemudian semacam mereduksi kekesalan saya dan kesialan yang menghampiri saat itu. Perlahan-lahan semburan air plus botol air mineral yang dilemparkan dari kaca jendela mobil itu tak berarti apa-apa. Kisah milik Daniel Defoe itu menggema panjang dalam ingatan saya beberapa hari terakhir ini dan mungkin dalam waktu  yang panjang.

Ini sebuah kisah petualangan seorang pria bernama Robinson Krautzer, yang kemudian lebih akrab dikenal sebagai Robinson Crusoe,memutuskan keluar dari rumah seusai bersitegang dengan keluarganya. Ia memulai kehidupan barunya tanpa pernah terbesit pun pikiran tentang  hal-hal gila yang kelak menghampiri perjalanannyan dan kelak ia sendiri yang mengambil alih narator cerita ini.

Kisah yang dibuat dalam bentuk jurnal ini, dituliskan lengkap dengan tanggal, serta hari-harinya. Kejadian-kejadian ia ceritakan kembali dengan sederhana, terkadang menyelipkan humor gelap yang terasa getir. Dalam perjalanan yang ia tempuh  selama hampir bertahun- tahun bertualang, Robinson Crusoe merasakan perjalanan mengarungi lautan ganas yang hampir merenggut nyawanya, bertarung melawan kanibal, sebelum akhirnya ia terdampar di Trinidad.

Cara bercerita Robinson Crusoe yang menggunakan narator sudut pandang  orang pertama, membuat semua detail terasa lebih dekat dan intens.  Buku ini memang dipublikasikan hampir tiga ratus tahun yang lalu, dan entah mengapa rasanya masih akan tetap asik untuk ditengok kembali. Bahwasanya dalam hidup ini, tak akan pernah ada yang tahu kegilaan macam apa yang kelak menghampirisebagaimana Robinson Crusoe dalam kisah petualangannya.

Membaca buku ini pada akhirnya membuat saya sedikit berpikir, bahwasanya sebuah ketidak beruntungan yang menghampiri bisa menjadi hal yang istimewa untuk diingat, dan tak perlu diambil pusing kemudian. Semua itu pada akhirnya tak lebih dari petualangan penuh kegilaan sebagaimana kisah milik Daniel Defoe akan terus terngiang hingga kapanpun.

D S

Sunday, 31 August 2025

Soumission, Michel Houllebecq

 


"Tikus-tikus adalah mamalia cerdas, mereka akan menguraikan kita. Masyarakat mereka, bagaimanapun juga, baik lebih stabil daripada kita." ujar salah satu tokoh dalam kisah ini. Humor gelap macam itu kerap muncul dalam cerita ini. Perancis dalam perspektif Houllebecq terasa begitu getir, dan ia mencoba menyampaikan kisah satir ini yang tentu memancing banyak respon beragam dari apa yang coba disampaikannya.

Kelihaian Houellebecq jelas terlihat dalam eksplorasinya mengangkat tema-tema "ekstrim". Jelas itu akan berpotensi menimbulkan kontroversi, (bagi mereka yang mungkin menganggapnya terlalu vulgar dan sensitif) namun jika siapapun yang membacanya bisa melihat lebih luas, ini adalah semacam karya satir dengan balutan erotisme yang coba dihadirkan Houellebecq lengkap dengan humor gelapnya.. Soumission kian mempertegas keberadaanya sebagai penulis kontemporer perancis yang asik. Setidaknya bagi saya.

Kelak di masa depan , kelompok partai muslim memenangkan pemilihan presiden. Sang tokoh utama, Francoise, seorang profesor literatur tengah mengalami penurunan gairah hidup di usianya yang memasuki setengah abad. Karirnya perlahan meredup sebagai seorang pengajar, kehidupan sosialnya tak kalah memprihatinkan dengan kebiasaannya meniduri wanita-wanita mengantarkan dirinya sebagai "pemain handal" di setiap pergantian kalender tahun ajaran universitas.

Francoise seorang profesor literatur ; seorang spesialis yang karya-karya Huysmans; seorang womanizer mumpuni yang jatuh hati oleh seorang wanita yahudi. Sang profesor dengan pesona yang kuat tak memiliki kesulitan menggaet wanita-wanita yang ia inginkan. Ia bisa dengan mudah beranjak dari satu wanita ke wanita lainnya dengan personanya. Hal itu terjadi sebelum ia jatuh hati dengan Maryam, wanita yahudi, yang kelak membuatnya jatuh kepayang.

Jelas Houllebecq tak sedang bermaksud memprovokasi seantero negeri dengan berbagai hal yang terpampang dalam kisah Soumission ini, namun ini jelas menjadi sebuah penanda bahwasannya Perancis yang kini ia lihat perlahan telah berubah. Dari situ tampaknya ia tak ambil pusing menerima segala perbedaan dan memilih untuk merefleksikan pergesaran nilai-nilai budaya dengan semua balutan humor-humor hitam yang menghiasi kisah ini.


Terlepas dari segala polemik dan pertentangan terhadap Houllebecq dan karyanya, jelas karya ini kian menempatkan dirinya pada penulis Perancis yang menjanjikan. Kecenderungannya memasuki area-area "tabu" mulai dari seksualitas, politik dan agama, sekiranya menjadikan karyanya  istimewa dari penulis-penulis kebanyakan. Ia berbicara dengan satir, vulgar dan sinis ketimbang menjadi penulis yang sopan dalam bertutur. Dan sesederhana itu Soumission dari Michel Houllebecq mengganggu pikiran saya dan akan terus menghinggapi untuk waktu yang panjang.

D S


Thursday, 31 July 2025

Gunter Grass, Tin Drum

 Sekian lama saya mencari karya-karya Gunter Grass, terutama dalam Trilogy Danzig yang ia hasilkan. Alasannya pun sederhana, ingin melihat seperti apa suasana Jerman pada awal 1900 an. Novel pertamanya ini bisa menjadi teropong untuk memuaskan rasa penasaran saya. Hingga tak lama saya lihat Oskar Matzerath yang iconic itu.


Tak ada seorangpun di dunia ini yang menginginkan untuk terlahir dalam ketidak pastian asal usul orang tuanya. Sebagaimana itu menimpa Oskar yang tak yakin siapa ayah kandungnya. Kemalangan Oskar tak berhenti sampai disitu. Pertumbuhannya harus terhenti ketika ia berusia tiga tahun. Ia tumbuh menjadi anak yang aneh dan tak biasa.

Oskar tumbuh menjadi "monster" kecil. Suaranya bisa memecahkan kaca jendela sejauh satu mil, kemudian ia juga bisa membuat lubang melingkar di jendela toko yang menggoda para pembeli untuk mencuri. Ia tumbuh menjadi sosok amoral, dan anarkis di lingkungan yang korup dan terpuruk. Hingga ia menemukan satu hal yang mampu menemani hari-harinya, yakni sebuah drum, yang kelak menjadi teman baiknya.

Menikmati kisah ini tak ubahnya sebuah mimpi buruk yang penuh kenikmatan. Kau akan melihat keramaian orang yang merasa lebih besar dari kehidupan mereka yang menyedihkan, penuh nafsu, kebodohan dan brutal. Ditengah situasi ekonomi, politik dan keadaan masyarakat sekitarnya yang amat terpuruk, Oskar pun muncul dengan drum yang kerap bersanding bersamanya.

Gunter Grass dalam kisahnya kali ini seperti mewakili situasi negerinya pada abad dua puluh. Oskar dan semua di dalamnya adalah seni, keindahan dan harapan kunci dari keburukan dan ketakutan yang tak terlukiskan. Maka tak berlebihan jika buku ini disebut sebagai kaya agung dalam kesusastraan Jerman abad dua puluh. Dan siapapun akan terus menanti suara tabuhan drum Oskar yang fenomenal itu.

D.

Monday, 30 June 2025

Contemporary African Short Stories

Suatu hari saya ingin mengunjungi benua Afrika. Tak ada spesifik kemana destinasinya, yang penting menginjakan kaki disana, kemudian menimati segala yang ada. Tentu kalau bisa tanpa ancaman keamanan dari segala ancaman situasi politik.


 Sembari menunggu siapa tahu angan-angan itu terwujud, secara tak sengaja saya menemukan sebuah buku kumpulan cerita-cerita pendek para penulis dari benua Afrika yang disunting oleh Chinua Achebe. Sontak buku ini memuaskan hasrat terpendam saya untuk melihat benua Afrika, meskipun baru dari dalam bentuk sembilan belas cerita pendek dari para penulis asal benua afrika ini.


Kisah dari penulis Zimbabwe, Daniel Mandishona, menceritakan negerinya tak ubahnya negri yang terbuang, porak poranda, oleh perang berkepanjangan dalam cerita pendeknya berjudul A Waste Land. Sang narator "aku" harus menanggung penderitaan yang ditimbulkan oleh perang tersebut. Ia melihat Pamannya depresi setelah kembali dari perantauan. Tak lama berselang ia memutuskan bunuh diri dengan menyayat pergelangan tangannya. Tak lama sang ayah menyusul mengakhiri hidupnya, setelah terlilit hutang yang tak mampu ia lunasi. Ironisnya hal itu terjadi tepat satu hari setelah kemerdekaan. Perang itu merenggut kehidupan bangsanya. Hal tampaknya ingin disampaikan Daniel Mandishona dalam kisahnya. Ia satu dari sembilan belas penulis dari benua Afrika lainnya yang mencoba menyuarakan kisah mereka.


Sebuah kisah menarik lainnya berjudul Weaverdom milik Tijan. M Sallah asal Gambia tentang sekelompok burung penenun (manyar). Tentu itu sebuah metafora, sebagaimana kelompok burung itu diumpamakan wujud kehadiran kolonialisasi. Dari Somalia ternyata juga memiliki kisah mistisnya sendiri. Kisah milik Saida Hagi-Dirie Herzi berjudul Government by Magic Spell menceritakan sebuah kisah tentang perempuan yang dikuasai sosok gaib serupa "Jin". Hal itu membuat gempar satu desa. Orang pintar di desa setempat mengatakan ada sesuatu yang merasuki dirinya.


Kisah-kisah lain dalam enam belas kisah lainnya juga akan memberikan perspektif yang berbeda bagi siapapun yang menikmatinya. Mereka mencurahkan betapa kemiskinan, perang berkepanjangan, penjajahan dan berbagai isu global lainnya amat menyengsarakan, hingga menguji batas kewarasan tertinggi hidup mereka.










Saturday, 31 May 2025

Puisi-Puisi Alejandra Pizarnik

 

FIGURAS Y SILENCIOS (pg.222)

Manos crispadas me confinan al exilio.

Ayúdame a no pedir  ayuda.

Me quieren anochecer, me van a morir.

Ayúdame a no pedir ayuda.

 

SOSOK DAN KEHENINGAN

Tangan yang terkepal mengurungku di pengasingan.

Bantulah aku tuk tak meminta bantuan.

Mereka ingin membuatku gelap, aku akan mati.

Bantulah aku tuk tak meminta bantuan.

 

 

 

 

 

DENSIDAD (pg,349)

 

Yo era la Fuente de la discordancia, la dueña de la disonancia, la

niña del  áspero contrapunto. Yo me abría y me cerraba en un ritmo

Animal muy puro.

 

KEPADATAN

 

Aku adalah sumber perpecahan,

Pemilik disonansi, gadis dengan pergulatan sengit

Kubuka dan tutup dalam suatu rime

hewani paling murni.

 

 

 

 

 

 

 


 

MEMORIAL FANTASMA (pg.352)

 

Noche ciegamente mía. Sueño del cuerpo transparente como un árbol

de virdio.

Horror de buscar tus ojos en el espacio lleno de gritos del poema.

 

PERINGATAN HANTU

 

Malamku yang membabi buta. Mimpi tentang tubuh transparan laksana pohon kaca.

Kengerian memburu matamu dalam ruang penuh dengan jeritan puisi.

 

 

 

 

 

 

CUADRO (pg.353)

Ruidos de alguien subiendo una Escalera. La de los tormentos, la que

regresa de la naturaleza, sube una Escalera de la que baja un re-

guero de sangre. Negros pájaros  quema  la flor de la distancia los ca-

bellos de la solitaria. Hay que salvar, no a la flor, sino a las palabras.

 

 

KOTAK

Suara seseorang menaiki tangga. Yang tersiksa , yang kembali dari alam, menaiki tangga yang turun jejak darahnya. Burung-burung hitam membakar bunga di kejauhan pada rambut hitam yang sendirian. Kita harus menyelamatkan, bukan hanya bunganya, tapi kata-katanya.

 

 

 

 

 

 

EN LA NOCHE (pg.354)

Cae la noche, y las muñecas proyectan maravillosas imagenes en colo-

res. Cada imagen esta unida a otra imagen por una pequeña cuerda.

Escucho, uno a uno, y muy distintamente, ruidos y sonidos.

 

 

PADA MALAM

 

Malam tiba, dan boneka-boneka memancarkan rupa yang menawan dalam warna. Setiap rupa menyatu dengan rupa lain menjadi suatu kotak kecil.

Kudengar, satu persatu, dan amat berbeda, riuh dan bermimpi.

 

 

 

 

 

 

Verde Paraiso (pg.175)

extraña que fui

cuando vecina de lejanas luces

atesoraba palabras muy puras

para crear nuevos silencios

Surga Hijau

betapa anehnya aku

ketika tentangga dari lampu yang jauh

menghargai kata-kata yang lugu

untuk menciptakan keheningan baru

 


 

 

Infancia (pg.176)

Hora en que la yerba crece

en la memoria del caballo.

El viento pronuncia discursos ingenuos

en honor de las lilas,

y alguien entra en la Muerte

con los ojos abiertos

como Alicia en el país de lo ya visto.

 

Masa kecil

 

Saat rumput tumbuh

dalam ingatan kuda itu

Angin menyampaikan pidato yang lugu

untuk menghargai  bunga-bunga lilac,

dan sesuatu menjelang kematian

dengan mata terbuka

laksana Alice di Negeri yang telah kulihat.

 

 

 

 

 

 

Antes 

 

A Eva Durrell

 

Bosque musical

Los pajaros dibujaban en mis ojos

Pequeñas jaulas

 

 

Sebelum

Untuk Eva Durrell

 

Hutan musik

Burung-burung menarik perhatian

Kandang kecil


Tuesday, 29 April 2025

Malam Hari Cili (Sebuah Fragmen)

(Diterjemahkan dari Judul Asli: Nocturno de Chile)
Oleh : Roberto Bolaño
  Penerbit : Debolsillo


Untuk Carólina Lopez dan Lautaro Bolaño


 "Lepaskan rambut palsu." - Chesterton


Sekarang aku sedang sekarat, namun banyak hal yang masih ingin kukatakan. Aku sempat merasa tenang dengan diriku. Tenang dan damai. Namun semuanya tiba-tiba muncul. Pemuda itu adalah pelakunya. Aku yang tadinya merasa tenang. Kini aku tidak lagi tenang. Ada beberapa poin yang harus dijelaskan. Jadi aku akan bersandar pada satu siku dan mengangkat kepalaku, kepalaku yang gemetar, dan menggali ke dalam sudut kenangan tindakan-tindakan yang membenarkannya dan karena itu menorehkan keburukan yang dialami  remaja belia itu menyebar dalam ketidak percayaanku pada suatu malam dalam gemuruh petir. Dugaanku memang tak pantas. Kaulah yang harus bertanggung jawab. Aku sudah mengatakan seumur hidup. Seseorang memiliki tanggung jawab atas kata-katanya dan keheningannya sekalipun, ya, untuk keheningannya, karena keheningan juga naik ke surga dan Tuhan mendengarkan mereka dan hanya Tuhan yang mengerti dan menghakimi mereka, jadi berhati-hatilah dengan keheningan tersebut. Aku bertanggung jawab atas semua. Keheninganku yang tak bercela. Untuk memperjelas. Tapi yang terpenting, jelaskanlah kepada Tuhan. Sisanya bisa kulupakan. Tuhan, tidak. Aku tidak tahu apa yang sedang kubicarakan. Terkadang aku terkejut bertopang siku. Aku berkeliaran dan bermimpi dan mencoba untuk berdamai dengan diriku sendiri. Namun kadang kala namaku sendiri saja aku lupa. Namaku Sebastian Urutia Laroix. Aku orang Cili. Nenek moyangku di pihak ayah berasal dari desa Basque, atau Euskadi, seperti yang sekarang disebutnya. Untuk pihak ibuku, berasal dari tanah lembut Prancis, dari sebuah desa yang namanya berarti "Hombre en tierra"  atau mungkin "Hombre a pie", bahasa Prancisku mengecewakan pada akhirnya. Namunku masih memiliki cukup kekuatan untuk mengingat dan membantah penghinaan pemuda kerempeng itu, terlempar ke wajahku suatu hari, ketika tanpa sedikit pun provokasi dan tiba-tiba, dia muncul di pintu rumahku dan menghinaku. Biarkan aku menjelaskannya. Tujuanku bukan untuk menimbulkan konflik, tidak pernah demikian, tujuanku adalah kedamaian dan tanggung jawab atas tindakan seseorang, untuk kata-kata dan keheningan seseorang. Aku orang yang masuk akal. Aku selalu pribadi yang masuk akal. Pada usia tiga belas tahun aku mendengar panggilan Tuhan dan memutuskan untuk masuk seminari. Ayahku menentang gagasan itu. Dia tidak benar-benar tidak fleksibel, tapi dia menentang gagasan itu. Aku masih ingat bayangannya menyelinap dari kamar ke kamar di rumah kami, seolah-olah itu adalah bayangan musang atau belut. Dan aku ingat, aku tidak tahu bagaimana, tapi faktanya adalah aku mengingat senyumku di tengah kegelapan, senyum anakku. Dan aku ingat adegan berburu di permadani. Dan sebuah piring logam tempat makan digambarkan dengan semua hiasan yang sesuai. Aku tersenyum dan gemetar. Dan setahun kemudian, pada usia empat belas tahun, aku memasuki seminari, dan ketika aku keluar lagi, jauh kemudian, ibuku mencium tanganku dan memanggilku Padre, dan ketika, dalam keherananku, aku memprotes, mengatakan jangan memanggilku Padre, aku putramu, atau mungkin jangan memanggilku putra-Mu namun si anak, dia mulai menangis atau terisak, dan kemudian aku pikir, atau mungkin pemikiran hanya terjadi pada ku saat ini, jika hidup adalah suksesi pemahaman yang menuntun kita pada sebuah pemahaman akhir, satu-satunya kebenaran. Dan sedikit lebih awal atau sedikit kemudian, kira-kira beberapa hari sebelum ditahbiskan menjadi imam atau beberapa hari setelah mengucapkan sumpah suci, aku bertemu dengan Farewell, Farewell yang terkenal, aku tidak ingat persis di mana, mungkin di rumahnya. Aku pergi ke rumahnya, walaupun mungkin aku melakukan ziarah ke kantor editorial surat kabar atau mungkin aku melihatnya untuk pertama kalinya di klubnya, suatu sore yang melankolis, seperti pada sore hari di Buenos Aires, meskipun di dalam jiwaku burung sedang bernyanyi dan kuncup merekah menjadi bunga, seperti yang dikatakan penyair, dan ada perpisahan, tinggi, satu meter dan delapan puluh sentimeter, meskipun tingginya setinggi dua meter, mengenakan setelan jas halus Inggris, sepatu buatan tangan, dasi sutra, kemeja putih yang tak bernoda seperti harapanku, manset emas, lencana bantalan dasi yang tidak ingin aku tafsirkan tapi yang maknanya sama sekali tidak lolos dariku, dan Farewell mengundangku untuk duduk di sampingnya, sangat dekat, atau mungkin sebelum itu dia membawaku ke perpustakaan atau klub perpustakaan, dan sementara kami melihat-lihat duri buku-bukunya, dia mulai menjernihkan tenggorokannya, dan saat dia berdeham, dia mungkin telah mengawasiku dari sudut matanya, meskipun aku tidak dapat memastikannya, karena aku terus memusatkan perhatian pada buku-buku itu, dan kemudian dia mengatakan sesuatu yang tidak saya mengerti atau sesuatu yang tidak dimiliki memori aku, dan setelah itu kami duduk lagi, dia di Chesterfield, aku di atas kursi, dan kami membicarakan buku-buku yang duri yang telah kami lihat dan belaian, jari-jari mudaku yang segar dari seminari, jari-jari tebal Farewell sudah agak bengkok, tidak mengherankan mengingat usianya dan tinggi badannya, dan kami berbicara tentang buku-buku itu. dan penulis buku-buku itu, dan suara Farewell seperti suara seekor burung pemangsa besar yang melayang di atas sungai, gunung, lembah, dan jurang, tidak pernah bingung dengan ekspresi yang tepat, kalimat yang sesuai dengan pemikirannya seperti sarung tangan, dan ketika dengan naif dari seorang pemula, aku mengatakan bahwa aku ingin menjadi seorang kritikus sastra, bahwa aku ingin mengikuti jejaknya, bahwa bagi aku tidak ada sesuatu di bumi yang bisa lebih memuaskan daripada membaca, dan untuk mempresentasikan hasil bacaanku dalam prosa yang bagus, saat aku bilang itu, Farewell tersenyum dan meletakkan tangannya di bahuku (sebuah tangan yang terasa seberat seperti jika terbungkus dalam tungkai besi atau benda yang lebih berat) dan dia bertemu dengan pandangan aku dan mengatakan bahwa ini bukan jalan yang mudah.

(Akhir Fragmen)

Monday, 31 March 2025

A Soldier's Pay, William Faulkner

Novel ini memberikan sedikit harapan. Setelah melakukan percobaan beberapa kali, ini yang paling lumayan bisa saya cerna alur cerita dan maksud ceritanya. Jika membaca As I Lay Dying dan Sound and the Fury adalah sebuah introduksi dengan Faulkner dan membuat pusing kepala, saya menganggapnya sebagai perkenalan dengan cara yang salah. Kali ini upaya perkenalan itu berjalan sedikit lebih  baik dari kedua judul itu. Sebuah kisah tentang seorang tentara yang terluka di medan perang yang kembali ke kampung halamannya,


Donald Mahon, terluka parah dalam sebuah perang di Georgia. Ia pulang menempuh perjalanan kereta dengan kondisi yang menyedihkan. Tak ada yang menyangka ia akan kembali dari medan perang.  Kepulangannya ke rumah benar-benar menjadi sebuah kejutan. Semua keluarga dan kerabatnya telah mengira ia gugur di medan perang, termasuk sang kekasih. Semua hal pribadi yang terhenti dalam kehidupan Mahon, perlahan-lahan muncul kembali kehadapannya. 

Kepulangan Mahon pada akhirnya menjadi sebuah ironi. Sang ayah yang sudah merasa stoic mengingat kepergian putranya ke medan perang, perlahan menjadi optimis jika anaknya akan kembali pulih seperti sedia kala. Sang kekasih yang semula berharap jika Mahon akan menjadi seorang pahlawan perang justru tak menemukan apapun dalam kepulangannya itu. Yang ada hanya kondisi Mahon yang penuh luka dan trauma pasca perang.

Perang pada akhirnya adalah sebuah mimpi buruk tak berujung. Dampak yang ditimbulkan dalam diri Mahon benar-benar telah meruntuhkan dinding kepercayaan dirinya. Isolasi diri Mahon menjadi sebuah alienasi bagi dirinya dan bagi dunia. Penderitaan tampaknya belum berakhir untuk Mahon dalam kondisi fisik dan mental yang terguncang, hingga kemunculan perempuan yang sempat memiliki affair dengan Mahon. 

Cara bercerita Faulkner pada akhirnya jauh lebih liar untuk bisa diterima jika satu mengharapkan sebuah keteraturan alur cerita dan plot yang terstruktur, karena arus kesadaran yang coba dibangun Faulkner memang membuat proses pembacaan ini berjalan dengan lebih lambat pada akhirnya jika tak ingin kehilangan petunjuk dan maksud sang penulisnya. Ia menawarkan sebuah inovasi yang akan selalu segar untuk dinikmati berulang-ulang dari pecahan kristal ide yang dihamburkan di dalam ceritanya.

D S

Friday, 28 February 2025

Melancholy of Resistance, László Krasznahorkai

Beberapa hari lalu, saya melihat sebuah wawancara László Krasznahorkai dengan salah satu stasiun televisi Jerman.  Dalam wawancara itu ia membicarakan karya terbarunya, dan itu satu-satunya hal yang saya mengerti dalam acara itu karena jelas tak memahami bahasa kedua pembicara. Bagi saya melihat dia sehat dan bugar saja sudah cukup membuat senang. Di usianya yang memasuki enam setengah dekade, tak banyak perubahan dari kondisi fisik dirinya sejak pertama kali saya mendengar namanya dan membaca  karya pertamanya Satantango.

     Dalam setiap wawancaranya, ia kerap menegaskan hanya ingin menulis "satu buku saja". Satantango berungkali dia sebut menjadi buku itu, namun untungnya itu tak terjadi sehingga masih terus ada kesempatan untuk membaca buku-buku baru darinya dan belum lama saya memutuskan tuk membaca kembali  novel kedua miliknya, Melancholy of Resistance.

           Kisah yang menceritakan sebuah kehadiran sirkus paus di pusat kota.  Dari awal novel ini hendak menceritakan sebuah mimpi buruk. Semacam dendam yang tak kunjung pulih, walau telah dipulihkan oleh obat bernama waktu. Hal itu memang berlalu, tetapi tidak kunjung sebagai mana bunyi epigraf di awal cerita "It passes, but it does not pass away".
          Beberapa kritikus menyebutnya sebuah kisah komedi apokaliptik; beberapa menyebutnya novel surealistik. Seperti novel Laszlo sebelumnya, plot cerita sedikit lebih jelas terlihat, namun tetap dengan aliran narasi panjang.  Laszlo masih peduli dengan alur cerita cerita yang sistematis, dan lebih mengedepankan "kebiasaan unik" yang jarang ditemukan dalam novel-novel kebanyakan.
         Kisah dibuka dengan perjalanan pulang Nyonya Plauf setelah menerima sebuah kabar pembatalan yang membuatnya harus mengambil jalur kereta yang dipenuhi oleh orang-orang kelas bawah yang berbeda dengan dirinya. Di sebuah kota yang dinamis, penuh dengan begitu banyak pendatang, si tokoh utama Nyonya Eszter dan Suaminya berperang dengan kehidupan dan semua sisi gelap hidup mereka.
         Bila di novel pertama Laszlo lekat dengan sebuah penantian, maka di novel keduanya ini ia ingin memberikan sebuah mimpi buruk yang tak kunjung pergi. Hal itu terus menerus menghantui, tanpa bisa dicegah.

D S

Wednesday, 15 January 2025

Negeri yang Paling Asing, Alejandra Pizarnik

 

Untuk Aan Mansyur



Noche

correr no se donde                                    

aqui o alla                                       

singularos recodos desnudos              

basta corer!   

                 

atau


Malam

berlari tak tahu kemana

 kesini atau kesana

 tikungan curam satu-satunya

 terus berlari!


Saya selalu takjub dengan kesusastraan Argentina. Mereka begitu beragam. Saking beragamnya kumpulan penulis ini seperti gangster, seperti yang dikatakan Roberto Bolaño dalam derivas de la pesada. Saya juga tak keberatan mengamini pernyataan itu. Buktinya akan saya berikan, sambil mengawali rentetan nama-nama yang harus dimulai  tentu oleh Jorge Luis Borges. Yang terbesar dari semuanya, dan saya rasa sampai detik ini tak sedikit penulis Argentina terpengaruh setidaknya dari Ficciones dan El Aleph.

Bila kau mau sedikit mundur kau akan berjumpa Macedonio Fernandez, tapi mari kita berjalan ke masa yang lebih terkini dimana  kanon sastra Argentina diisi Roberto Arlt, Julio Cortazar, Adolfo Bioy Casares, Silvina Ocampo hingga di masa kini kau akan menemukan Cesar Aira, Andres Neuman dan Mariana Enriquez. Baik saya tak bermaksud menyuruh apa lagi belagak pamer referensi-referensi yang bejibun, tapi saya amat ingin nama-nama itu bisa sampai dibaca di tanah kelahiran saya, karena mereka begitu menawan dan sebaiknya tak boleh dilewatkan.

Kali ini semua akan terpusat pada Alejandra Pizarnik. Seorang  penyair perempuan yang memukau dan seorang surealis. Kompatriotnya Julio Cortazar memberikan pujian sekaligus menyebut  puisi-puisi Pizarnik adalah sebuah kebisingan besar. Hal itu beralasan dan menyimak puisi-puisinya bagi saya berarti siap untuk masuk ke terowongan dengan sisi-sisinya yang gelap sekaligus adiktif.

Semua pasti akan berawal pada debut kumpulan puisinya berjudul  La tierra mas ajenas (Negeri yang Paling Asing (1955)) . Tema-tema Puisi Pizarnik kerap bertaburan  tema-tema malam, kegelapan, kematian, kegilaan, dan alam.  Tema-tema semacam ini tak asing sejujurnya bagi saya, setelah mengalami perjumpaan dengan Les poetes maudits. Pizarnik yang juga memuja Rimbaud pada epigraf buku ini tentu paham betul jika puisi atau kepenyairan miliknya akan berawal dari penyair terkutuk perancis tersebut. Baiklah itu terdengar berlebihan, tapi saya terkadang memiliki kecurigaan pada epigraf-epigraf yang memancing analisa-analisa gembel tentang kemungkinan-kemungkinan puisi-puisi di buku ini.

Pizarnik juga menuliskan sebuah puisi narasi tentang Dedalus, tokoh dari novel James Joyce yang berjudul sama. Saya lampirkan sedikit potongannya

Dedalus Joyce

Hombre funesto de claves nocturnas y cuerpo desnudo junto al rio profundo de brillantes escupidas. Hombre de ojos anti-miopes exploradores de infinidad.

atau

Dedalus Joyce

Pria bencana dengan kunci malam hari dan tubuh telanjang di samping sungai yang dalam dengan ludah yang cemerlang. Pria dengan mata anti-rabun menjelajahi ketidakterbatasan.

               

Memahami Pizarnik saya yakin tak akan sederhana. Tapi izinkan saya menafsirkan setidaknya untuk kali ini adalah  membayangkan Dedalus, si penjelajah  yang membangkang dari ajaran Katholik serta hal-hal yang sejatinya lumrah sebagai orang Irlandia dan kemudian memutuskan eksil dari negerinya. Keterasingan tentu adalah hal yang mau tak mau disepakati sebagai eksil pada akhirnya. Sebagaimana kita akan menjumpai hal-hal serupa dalam cerita-cerita James Joyce.

Puisi berikutnya yang menarik perhatian saya adalah:

YO SOY...

mis alas?
dos pétalos podridos

mi razón?
copitas de vino agrio

mi vida?
vacío bien pensado

mi cuerpo?
un tajo en la silla

mi vaivén?
un gong infantil

mi rostro?
un cero disimulado

mis ojos?
ah! trozos de infinito

atau

SAYA ADALAH...

sayapku?

dua kelopak busuk

alasanku?

cangkir anggur asam

hidupku?

dipikirkan dengan baik yang kosong

tubuhku?

luka di kursi

ayunanku?

gong anak-anak

wajahku?

nol yang tersembunyi

mataku?

Ah! potongan tak terhingga

                Bagaimana Pizarnik melihat dirinya dalam puisi ini, cukup mengejutkan saya. Alasannya tak bisa saya temukan selain analogi-analogi yang tak lumrah, dan saya artikan dengan sembrono sebagai sebuah kegilaan. Lagi pula untuk apa perlunya untuk mengetahui seutuhnya, toh ini tetap puisi bukan? Saya, kamu dan siapa saja bebas mengartikannya, merasakannya dan juga bersama-sama merasakan kegilaan dan keterasingannya.

                Banyak puisi di buku ini yang saya yakin akan menarik bila berhasil saya terjemahkan dan diartikan dengan tepat dalam bahasa Indonesia, tapi itu tentu memerlukan banyak upaya dan riset tentang hal yang menurut saya akan selalu mengasyikan.


D S